SINJAI,Beranda.News – Penolakan keras muncul dari berbagai elemen masyarakat Kabupaten Sinjai terhadap rencana operasi tambang emas yang dikelola oleh PT Trinusa Resources. Tambang ini memiliki luas konsesi mencapai 11.326 hektare dan tersebar di empat kecamatan, yaitu Sinjai Barat, Bulupoddo, Sinjai Tengah, dan Sinjai Selatan, dengan izin berlaku hingga tahun 2033.
PT Trinusa Resources diketahui telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Namun, keberadaan tambang ini memicu gelombang penolakan dari masyarakat, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Di media sosial, marak beredar kampanye digital dengan tagar dan template bertuliskan “Sinjai Tolak Tambang – Kami Masih Ada dan Kami Melawan.”
Menurut para penolak, penerbitan izin tambang emas ini menunjukkan bahwa kepentingan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat kembali dikorbankan demi eksploitasi sumber daya alam.

Also Read
“IUP-nya mungkin sah secara administratif, tapi tidak memiliki legitimasi sosial dan moral,” tegas salah satu aktivis lingkungan.
“Prosesnya minim partisipasi publik, tanpa konsultasi yang layak. Ini bukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, tapi bentuk kekerasan struktural yang dilakukan negara terhadap warganya sendiri.”
Ancaman Serius bagi Ekologi dan Pertanian
Luas konsesi tambang yang mencapai 11.326 hektare bukan sekadar angka. Wilayah ini mencakup kawasan hutan, lahan pertanian, sumber mata air, kebun rakyat, hingga pemukiman penduduk yang selama ini menjadi penopang hidup masyarakat Sinjai.
“Jika eksploitasi ini dilanjutkan, maka kita sedang menyaksikan awal dari bencana ekologis yang akan diwariskan kepada generasi mendatang,” ujar seorang mahasiswa penggiat lingkungan.
Kabupaten Sinjai dikenal sebagai wilayah agraris, yang bergantung pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Mengubahnya menjadi daerah tambang dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap karakter dan potensi alam yang dimiliki Sinjai.
Warga Menolak, Pemerintah Diminta Bertindak
Salah seorang warga yang bermukim di sekitar lokasi tambang, Anasi, menyampaikan penolakannya secara tegas kepada media ini.
“Saya ini warga paling menolak keras tambang itu. Karena adanya tambang, tentu lahan pertanian kami akan rusak,” ucapnya.
“Sumber air bersih pasti terganggu, dan bencana alam bisa terjadi. Kami selama ini hidup tenang, sejuk bersama alam. Kenapa harus dirusak?” keluh Anasi.
sementara itu, berapa aktivis Lingkungan, Mahasiswa, Tokoh Masyarakar Sinjai, menyampaikan, Tambang Bukan Solusi, Tapi Awal Kehancuran Para penolak tambang juga menegaskan bahwa keberadaan tambang emas bukanlah solusi atas persoalan kemiskinan atau pengangguran.
“Tambang bukan jalan keluar. Justru akan memunculkan ketimpangan, kerusakan lingkungan, dan penderitaan jangka panjang. Pemerintah daerah Sinjai harus berpihak pada rakyat, bukan tunduk pada kepentingan pemodal,” seru nya
Sebagai bentuk sikap kolektif, masyarakat menyerukan satu suara: “Kami melawan. Seluruh warga Sinjai mari menolak. Jangan biarkan 11.326 hektare tanah leluhur kita digadaikan demi kepentingan korporasi. Tanah ini milik rakyat, bukan untuk dirusak. Tambang emas bukan pembangunan – itu penghancuran.”