BERANDA.News-Senin 8 Februari 2021.
Sei aliatu atulisape
Sei lisiso solisi ei..
Sei aliatu atulisape
Sei lisiso solisi ei..
Pagi ketika aku bangun, ketika pintu terbuka, jendela terbuka, aku masih tekun merinduimu. Sesederhana ini mengenang senyummu yang begitu sunyi, atau matamu yang begitu cahaya.
Seperti mengenang petaka yang datang beriringan membawa luka yang sungguh berduka.

Also Read
Sebisu ini aku bisa menunggu keributan yang begitu cinta. Atas segala yang terbentuk oleh aksara, kau adalah rasa yang tak dikalahkan oleh hujan atau apapun didunia ini. Pemenang dari semua pemilik kata dan puisi, satu dari jutaan anak Tuhan yang begitu ingin aku miliki.
Andi’, Makassar sungguh tak mengenal sepi. Di indahnya rangkaian angkasa berterbangan banyak bunga-bunga api. Orang-orang ramai berterimakasih untuk para leluhur Yunani, tapi aku masih tersudut seorang diri sembari hatiku sembunyi di ujung aspal “Seka”.
Andi’ Kapan-kapan kau harus mengunjungi Bontonyeleng;rumahku ! Akan ku perkenalkan pada dewa-dewa Cinta dipuncak bangkeng buki’
Pada leluhurku yang begitu manis ketika berucap mantra dari dalam jantung pulau Ibu.
Menghirup romantisnya pamali dan kapata dari rumah-rumah tua di Jaizirah lembang “jokka”.
Aku akan minta tabe’ dari para karaeng yang berdiam di sungai cakkuridie. Harumnya fuli akan kusembahkan sebagai tanda bahwa cinta adalah seddi masseddi na de’ na masssarang.
Akan ku buatkan kadera sederhana dari tangkai-tangkai kayu, agar kelak kita bisa merayakan semua rasa dengan perlawanan. “Sebab Kau harus Bontonyeleng Untuk Mencintaiku”.
Menjadi hina dengan kebaya milik ibu, menuangkan pahitnya Tua di pinggiran sungai bijawang yang cucuru. Kalau Kaka aswandi masdin bilang Tua adalah air asi yang di peras langsung dari puting nenek moyang . Mencicipi asinnya ikan kareppe yang di keringkan dan hambarnya rasa karoppo lame aju.
Sebab kau harus Bontonyeleng untuk mencintaiku”, menantang rasi bintang warisan kepercayaan moyangmu. Percaya pada budaya pamali di langit dan tanahku, Dan mulai menghitung dari seddi sampai seppulo.
Atau jika itu memberatkanmu, biarlah aku saja yang tetap Bontonyeleng. biarlah aku dibuang di lembang carappi atau di pinggir sungai tuli, hilang di lereng bangkeng buki’ barat jauh, lalu ditemukan di liang pa’nikia atau di liang pattenungeng.
Biarlah aku jadi orang terbelakang jadi buruh, jadi petani, bahkan kuli hingga jadi bunyi dari ganrang bulo.
Maka akupun harus Bontonyeleng sepenuhnya untuk mencintaimu.
Jadi satu dari seribu tradisi dan budaya pao beccenge, menjaga liku korong, jokka, topa’ leo dan seka sampai kita Bontonyeleng. Jadi satu sebagai badik dan wanuang.
jadi rindu dari matamu yang penuh kupu-kupu.
Tulisan terinspirasi oleh: Penulis Somba Nusa *Kau harus Maluku untuk mencintaiku*
Penulis: Syahfruddin & Aswandi Masdin S.E.