BULUKUMBA,Beranda.News— Suasana Lapangan Tanete, Sabtu sore (16/8/25), lebih mirip pesta kampung ketimbang sekadar pertandingan sepak bola. Ratusan penonton berbondong-bondong hadir, berteriak riuh, memberi semangat, bahkan sesekali melempar canda pada para pemain yang tengah berlari di lapangan.
Hari ini, dua tim beda generasi bertemu: Sainar Dagang, yang dihuni para legenda bola Tanete, berhadapan dengan Join FC, tim jurnalis yang sedang naik daun. Skornya mungkin tercatat 1-3 untuk keunggulan Join FC, tetapi yang tersisa dari laga itu adalah kehangatan, gelak tawa, dan nostalgia.
Sainar Dagang memang lebih dulu membuat kejutan. Striker pamali berhasil merobek gawang Join FC di menit ke-20. Gol itu membuat penonton bersorak sekaligus bernostalgia, karena gaya bermainnya masih khas seperti masa keemasannya dulu. Namun, Join FC membalas lewat tendangan keras Suandi Bali setelah menerima umpan matang dari Irham. Skor 1-1 bertahan hingga jeda.

Babak kedua berjalan lebih cepat, meski tenaga beberapa pemain veteran mulai terlihat kendor. Join FC memanfaatkan situasi ini. Irham dengan tendangan pamungkasnya membawa tim jurnalis berbalik unggul 2-1. Penonton pun semakin bersemangat, terutama saat Sainar Dagang mendapat penalti. Sayangnya, Samad gagal menuntaskannya setelah tendangannya ditepis Elli, kiper Join FC yang tampil gemilang.

Also Read
Momen paling indah datang menjelang akhir pertandingan. Pung Saso, dengan aksi individu menawan, melewati tiga pemain lawan sebelum memberi umpan manis ke Sam Prakoso yang langsung menceploskan bola ke gawang. Skor 3-1 menutup laga, dan sorak-sorai penonton pun pecah.
Namun, siapa pun yang hadir tahu bahwa pertandingan ini bukan sekadar soal menang atau kalah. Para pemain legendaris Sainar Dagang menunjukkan bahwa meski fisik tak lagi sekuat dulu, jiwa kompetitif dan gaya bermain penuh strategi tetap bisa memikat. Sementara Join FC membuktikan bahwa sepak bola bisa jadi jembatan silaturahmi, bukan hanya kompetisi.
Di pinggir lapangan, banyak penonton tertawa kecil melihat aksi para “senior” yang sesekali terhuyung, tapi tetap berusaha tampil maksimal. “Meski napas tinggal setengah, tapi semangat mereka masih satu lapangan penuh,” celetuk seorang penonton yang disambut tawa riuh.
Laga itu berakhir dengan pelukan antar pemain, senyum lebar, dan tepuk tangan panjang dari penonton. Satu hal yang pasti: di Tanete, sepak bola adalah ruang persaudaraan, nostalgia, sekaligus hiburan yang tak lekang oleh waktu.

















