Bulukumba, Beranda.News– Rencana pembangunan Yon TP TNI di wilayah Desa Anrang, Kecamatan Rilau Ale, Bulukumba menuai sorotan tajam dari kalangan mahasiswa. Bahkan dimana sebelumnya ratusan Warga Anrang berkumpul bermusyawarah untuk menolak rencana tersebut.
Ketua Komisariat HMI Komisariat STMIK, Fitra, menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh semata-mata dilihat dari aspek legal formal kepemilikan lahan.
Menurut Fitra, meski lahan yang direncanakan menjadi lokasi pembangunan merupakan aset pemerintah, negara tetap berkewajiban mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan masyarakat setempat.

Also Read
Pasalnya, masyarakat Anrang selama ini menggantungkan hidupnya pada lahan tersebut sebagai sumber penghidupan utama.
“Pembangunan tidak boleh hanya dipahami dari sisi legalitas kepemilikan. Negara wajib melihat realitas sosial masyarakat Desa Anrang yang selama ini hidup dan bergantung di wilayah itu,” tegas Fitra dalam keterangannya.
Ia menilai, kebijakan pembangunan yang dijalankan tanpa melibatkan masyarakat terdampak berpotensi memicu konflik sosial serta melahirkan ketidakadilan struktural. Karena itu, HMI Komisariat STMIK mendesak pemerintah bersama pihak Tentara Nasional Indonesia untuk melakukan kajian sosial secara komprehensif dan membuka ruang dialog yang transparan dengan masyarakat.
“Hadirnya negara seharusnya menjadi jaminan perlindungan dan kesejahteraan rakyat, bukan justru menghadirkan keresahan baru. Kami tidak menolak pembangunan, tetapi menolak pembangunan yang mengorbankan rakyat,” lanjutnya.
Sebagai sikap resmi, HMI Komisariat STMIK menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, pemerintah dan TNI diminta membuka dialog terbuka dan partisipatif yang melibatkan masyarakat Anrang, tokoh adat, tokoh agama, pemuda, serta akademisi sebelum keputusan apa pun dijalankan.
Kedua, setiap rencana pembangunan harus disertai jaminan tertulis atas perlindungan mata pencaharian, ruang hidup, dan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal.
Ketiga, apabila rencana pembangunan tetap dilanjutkan, maka harus ada skema kompensasi yang adil, layak, manusiawi, dan disepakati bersama, bukan keputusan sepihak.
Fitra menegaskan, HMI Komisariat STMIK akan terus mengawal kebijakan ini dan berdiri bersama masyarakat Angrang demi terwujudnya keadilan sosial dan pembangunan yang berkeadaban.













